Semua berawal dari cerita mamak kepada anak laki-lakinya. Hampir setiap hari beliau bercerita tentang seorang perempuan yang bekerja di salon yang berada di dekat tempat senamnya. Katanya, perempuan itu cantik, baik, dan ada sesuatu dalam dirinya yang membuat mamak begitu menyukainya.

Awalnya, aku tak terlalu menghiraukan cerita mamak. Tapi karena hampir setiap hari namanya disebut, lama-lama aku pun jadi penasaran. Siapa sebenarnya perempuan yang begitu memikat hati mamak?

Sampai suatu hari, mamak menyuruhku menjemputnya di tempat senam. Kebetulan, salon tempat perempuan itu bekerja berada tepat di seberangnya. Di sanalah, untuk pertama kalinya, aku melihatnya secara langsung. Tak ada kata yang terucap. Hanya tatapan mata singkat—yang entah kenapa terasa membekas.

Tak lama setelah itu, mamak memberi nomor telepon wanita tersebut dan memintaku untuk berkenalan dengannya. Awalnya akward dan aku menganggap ini bukan lagi zaman Siti Nurbaya. Tapi, selang beberapa hari hatiku pun bergerak dan berani untuk menghubungi wanita tersebut. Dalih-dalih mendengar arahan orang tua dan berujung nyaman untuk saling bertukar kabar dan cerita. Dari situ, aku mulai mencoba mengenalnya lebih dekat. Hari demi hari, kami saling bertukar cerita, tertawa, dan perlahan, kedekatan kami tumbuh menjadi sesuatu yang lebih bermakna.